BANTEN72– Seorang ulama kharismatik di Pandeglang KH. Khozinul Asror angkat bicara terkait pernyataan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia yang memetakan bahwa Pandeglang masuk urutan keempat sebagai kabupaten yang rawan politisasi Suku Agama Ras dan Antar golongan.
Kiai Asror yang juga sebagai Pimpinan Ponpes Al Khozini meminta Bawaslu RI jangan generalisir Pandeglang rawan politisasi SARA.
“Saya berpendapat tidak bisa itu Bawaslu menyebut Pandeglang rawan SARA. Sebab belum pernah ada kejadian konflik SARA terkait pemilu di Pandeglang, ” kata Kiai Asror kepada Banten72.com, Senin (16/10/2023).
Ia menjelaskan, selama ini tidak ada gejala maupun kejadian yang berbau SARA di Pandeglang. Bahkan soal Ahmadiyah juga itu tidak ada kaitan dengan pemilu.
Oleh karena itu Kiai Asror juga mempertanyakan apa yang disampaikan oleh Bawaslu itu tidak ada indikatornya.
“Saya minta Bawaslu jangan generalisir Pandeglang sebagai daerah atau kabupaten yang rawan politisasi SARA,” katanya.
Seperti diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mencatat ada 20 kabupaten atau kota yang berpotensi memiliki kerawanan tinggi politisasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) pada pemilu serentak tahun 2024 mendatang.
Namun menurut informasi bahwa dari puluhan kabupaten/kota yang rawan itu, Kabupaten Pandeglang menempati urutan keempat yang berpotensi memiliki kerawanan tinggi politisasi SARA.
Ketua Bawaslu Pandeglang Febri Stiadi membenarkan bahwa informasi Pandsglang urutan empat rawan politisasi SARA.
Menurut dia , pihaknya menerima informasi kerawanan pemilu itu dari Bawaslu RI.
“Betul, kemarin kami juga menerima informasi dari Bawaslu RI, berkaitan dengan politisasi SARA, karena Kabupaten Pandeglang ini masuk dalam peringkat keempat dari 20 Kabupaten/Kota terkait kerawanan politisasi SARA,”kata Febri, Jumat (13/10/2023).
Menurut dia, guna mencegah adanya politisasi SARA di Kabupaten Pandeglang pihaknya bersama jajaran Panwascam di 35 Kecamatan terus menggencarkan sosialisasi melalui media sosial tentang bahaya nya politisasi SARA.
Komentar