Waspada Hoaks Pemilu, Jangan Mudah Terprovokasi Gara-gara Beda Pilihan Jadi Musuhan

BANTEN 72 – Pemilu atau pemilihan umum hanya lima tahun sekali masa harus musuhan sama teman atau keluarga gara-gara beda pilihan.

Banyak yang tadinya temenan jadi musuhan gara-gara kemakan hoaks politik.

Mungkin ada yang pernah ngalamin, nah Pemilu kali ini bagaimana agar kita tetap damai?

Berikut ulasannya sebagaimana dikutip Banten 72 dari YouTube IndonesiaBaikID.

Kasus musuhan sama teman gara-gara beda pilihan kaya sering terjadi ini, padahal jangan sampai gara-gara dukung mendung hingga beda pilihan jadi ribet nih.

Seperti yang kita ketahui Pemilu atau pemilihan umum akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024.

Pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden ada tiga kandidat yaitu Anis-Muhaimin, Ganjar-Mahpud dan Prabowo-Gibran.

Ambisius nya juga mulai terasa yang ini dukung ini, yang itu dukung itu yang ini berubah jadi dukung itu juga ada, ya wajarlah namanya juga negara demokrasi yang penting bagaimana kitanya terbawa perasaan atau tidak.

Apalagi kalau kita lihat data pemilihnya ternyata kebanyakan dari kalangan anak muda.

Baca juga:  Pilkada Pandeglang 2024 Bakal Seru, Akademisi Sebut Masa Transisi Munculkan Para Petarung  Baru

Sebanyak 56,4 persen isinya pemilih muda yang artinya sudah melebihi setengah dari total daftar pemilih tetap atau DPT.

Sudah pasti nih perebutan suara pemilih dari kalangan generasi muda atau kalangan milenial tidak bisa dihindari.

Sayangnya banyak sekali serangan hoaks yang dipakai untuk mempengaruhi para pemilih ini.

Soalnya tidak dipungkiri hoaks kini jadi bagian dari politik dan tidak bisa dipisahkan.

Menurut Hendri Subianto staf ahli Mentri Komunikasi dan informatika bidang hukum, kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja tapi terjadi di banyak negara di dunia.

Trennya relatif sama yaitu menggunakan hoaks secara sengaja untuk memprovokasi mayoritas.

Kalau di Amerika di provokasi melalui hoaks adalah masyarakat kulit putih.

Di Brazil kelompok masyarakat katolik yang jadi sasaran.

Sementara di Indonesia hoaks digunakan untuk mempengaruhi suara mayoritas baik isu agama maupun etnis tertentu.

Yang jauh lebih ditakutkan lagi setiap jelang Pemilu hoaks keterlaluan hingga memicu perpecahan.

Di Amerika misalnya adanya disinformasi di media sosial bahwa Pemilu curang berujung memicu penyerangan terhadap gedung kapital pada 6 Januari 2020.

Baca juga:  Pilkada 2024  Sudah Dekat,  Sederet  Figur Wajah Baru  Diprediksi Maju Calon Bupati Pandeglang

Sama seperti di Indonesia pada Pilpres 2019 yang lalu disinformasi di media sosial bahwa salah satu capres curang juga mamantik ujukrasa di gedung Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu yang kemudian berubah menjadi kekerasan.

Waduh seram bangetnya gara-gara hoaks dan disinformasi bisa memicu perusahaan.

Menurut Kominfo jelang pemilu ini terdapat sebaran hoaks sebanyak 526 konten hoaks Pemilu di media sosial selama periode pemilu kali ini.

Bahkan hoaks terkait Pemilu ini meningkat sepuluh kali lipat dibanding tahun lalu.

Jumlah terbanyaknya ditemuin di Facebook sebanyak 455 konten hoaks.

Kalau kita lihat Pemilu 2019 yang lalu tidak beda jauh padahal kan aturan penyebar hoaks sudah ada kan lewat undangan-undangan ITE.

Kalau sampai menyebarkan hoaks atau informasi bohong diancam hukuman penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak 1 Milyar.

Tapi masih ada saja yang berani menyebar hoaks yah.

Tapi memang seberapa mudah masyarakat kita bisa terkena hoaks?

Baca juga:  Menuju Pilkada Pandeglang, Empat Parpol  Tawarkan Kader  Internal

Sebenarnya masyarakat Indonesia itu tidak payah-payah amat, kemampuan nya dalam bermedia sosial akhir-akhir ini sudah semakin membaik.

Kalau kita lihat data indeks literasi digital Indonesia di 2022 kembali mengalami peningkatan.

Hal itu tergambar dalam survei status literasi digital Indonesia 2022 yang dilakukan kementerian Kominfo bekerja sama dengan kata data inset center.

Pada tahun 2020 Indonesia hanya memperoleh skor 3,4 poin tahun 2021 naik menjadi 3,49 poin.

Nah ditahun 2022 berhasil naik lagi menjadi 3,54 poin skor itu menunjukkan kalau literasi digital masyarakat Indonesia ternyata berada di kata gori sedang.

Yang pasti kalau pemilih mayoritas nya datang dari anak muda terus ponsel nya juga juga sudah semakin pintar masa masih kemakan hoaks.

Padahal kalau kita lihat sejarah juga kita udah melewati 4 kali masa pemilihan demokratis kan masa ga dewasa juga ga bijak juga menghadapi hoaks.

Yu jangan tertipu hoaks Pemilu, jangan gara-gara beda pilihan kita jadi musuhan, semoga informasi ini bermanfaat.*

Komentar