BANTEN72- Kejaksaan Agung kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana.
Dimana penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) yang telah disetujui sebanyak 6 permohonan pada hari Kamis 2 Maret 2023.
JAM Pidum juga menjelaskan, bahwa 6 permohonan terkait dengan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) yang telah dikabulkan diantaranya yaitu:
Tersangka Ahriansyah Azis, S.Pd alias Kamar bin Andri Azis dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, tentang Penganiayaan.
Tersangka SYAHRUL alias ELLU bin SYARIFUDDIN dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, tentang Penganiayaan.
Tersangka IRFAN alias IPPANG bin PAHARUDDIN dari Kejaksaan Negeri Maros yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP, tentang Pencurian.
Tersangka MOHAMMAD RONY bin SAMSUL dari Kejaksaan Negeri Bulungan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka I RONI PRAWIJAYA bin KURNAIN dan Tersangka II KURNIAWAN alias IWAN bin KURNAIN dari Kejaksaan Negeri Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HASAN ASHARI bin MUHAMMAD SOLEH dari Kejaksaan Negeri Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
“Selanjutnya, Saya memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,”kata Fadil melalui rilis yang diterima Banten72, Jumat 3 Maret 2023.
Lebih lanjut Fadil menyampaikan, bahwa alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
“Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,”ungkapnya.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif,”tandasnya.(Bt72)***
Komentar