BANTEN 72 – Ketika dua insan telah saling jatuh cinta rasanya dunia ini hanya milik berdua dan selalu ingin bersamanya, maka tak sedikit yang memutuskan untuk melangsungkan pernikahan atau menikah hanya karena sudah saling cinta.
Padahal menikah atau pernikahan adalah kerangka hidup yang lebih dari sekedar cinta, cinta adalah perasaan emosional yang yang bisa berubah, bisa dikatakan cinta bukan satu-satunya fondasi yang kokoh dalam pernikahan.
Betapa banyak pernikahan yang yang berujung perceraian walau pada awalnya pasangan tersebut saling mencintai.
Lantas kenapa orang yang saling mencintai dan menikah berlandaskan cinta tapi banyak pernikahan yang kandas, Benarkah menikah bukan sekedar cinta tapi butuh komitmen?
Begini penjelasannya sebagaimana dikutip Banten 72 melalui laman Instagram @ajobendri
Pernikahan itu bukan sekedar mengenai cinta tapi yang utama adalah komitmen.
Betapa banyak pernikahan yang rusak karena yang diperbaharui hanyalah cinta bukan komitmen, pernikahan akan semakin berkah jika komitmen makin menguat meski cinta menurun bahkan lenyap.
Saat rasa hilang maka perkuatlah komitmen bukan mencoba sensasi rasa lain yang menghancurkan pernikahan.
Karena cinta itu wilayah rasa sementara komitmen wilayah logika, rasa boleh berkurang namun logika harus selalu menguat dalam pernikahan.
Logika memahami bahwa pernikahan adalah takdir, dan menjalaninya dengan syukur dan sabar adalah ibadah.
Komitmen kita dalam pernikahan diukur sejauh mana komitmen kita dengan Allah, sebab menikah adalah ibadah, akad nikah dan syahadah sama-sama dikenal dengan ikatan yang kokoh.
Allah pengikat jiwa antar pasutri (pasangan suami istri), sehingga rayuan mesra kepada istri pun tak bisa menjaga keutuhan pernikahan jika hubungan kepada Allah tidak dipelihara.
Penyelesaian utama pada saat konflik, pernikahan adalah penyelesaian komitmen bukan cinta, sebab cinta tak bisa dipaksakan, tapi komitmen bisa dikuatkan.
Perbaikan komitmen pernikahan yakni menyadari bahwa akad nikah adalah janji kepada Allah untuk memuliakan istri dan anak dan janji itu kelak akan ditagih diakhirat.
Bertahan dalam sebuah pernikahan meski tanpa cinta tapi karena komitmen saat akad menunjukkan integritas lelaki sholih.
Penguatan komitmen pernikahan dimulai dari penguatan syahadah dengan ibadah kepada pemilik hati yakni Allah SWT.
Sebab pernikahan bukan sekedar pelampiasan cinta dan syahwat, tapi implementasi dari syahadah yakni ibadah.
Karena pernikahan yang tidak ada aktivitas ibadah di dalamnya lebih tepat disebut perkawinan, kambing, kerbau, sapi dan sejenisnya juga bisa melakukannya, itu kenapa jika sekedar untuk ‘kawin’ maka perkawinan tidak butuh komitmen tapi butuh obat kuat dan minuman suplemen.
Dalam pernikahan yang tidak didasari komitmen namun mengagungkan cinta maka tampilan fisik itu paling utama, maka wajar Rosulullah SAW menjadikan faktor agama sebagai yang utama dalam menentukan pilihan dalam merencanakan pernikahan, sebab hanya orang-orang yang beragama yang siap berkomitmen.
Maka saat konflik rumah tangga melanda tak perlu cari seribu satu cara untuk tumbuhkan cinta, fokuslah pada penguatan akidah sebagai fondasi pembaharuan komitmen.
Dan cinta akan terajak dan semakin tumbuh tatkala komitmen makin menguat, sebab cinta adalah makhluk Allah yang hadir atas perintah dari Nya.
Ingat yang menumbuhkan cinta adalah Allah kapan saja Allah bisa tumbuhkan cinta begitupun sebaliknya kapan saja Allah bisa menghilangkan rasa itu, maka cinta yang kokoh adalah cinta yang berlandaskan cinta karena Allah.
Jika terpaksa berpisah adalah konsekuensi dari aqidah, bukan karena cinta yang pupus sudah, sebab tidak akan berkumpul dalam sebuah rumah tangga antara ahli ibadah dan ahli maksiat.
Semoga rumah tangga kita senantiasa diikat karena Allah bukan atas paras cantik dan sebab kemewahan dunia.
Itulah sebabnya menikah tak hanya sekedar cinta tapi butuh komitmen terutama komitmen kepada Allah SWT cintailah karena Allah dan bencilah karena Allah, semoga informasi ini bermanfaat wawllahu alam.*
Komentar